Entri Populer

Jumat, 05 Oktober 2012

Muridku...kapankah waktumu bermain?


sabtu..menjadi hari yang sendu bagiku..
hari ini ku mencoba menulis apa yang terpendam dalam hatiku...
diantara hiruk pikuk kesibukan para pendidik mempersiapakan soal UTS, berkelakar...meeting dsb...
aku teringat dua orang muridku...
mereka begitu gembira dengan adanya pembongkaran paving halaman sekolah...
yup...pasir...air....dunia mereka....
mereka memandangku dan dengan bangga memperlihatkan kreasi bangunan pasir dengan aliran airnya
yah...air rembesan dari selang kran air...
mataku berkaca-kaca..melihat kegembiraan mereka...namun ketika ku lihat jam tanganku menunjukkan pukul 15.00 siang tepat. hatiku bergemuruh...suatu keharusanku untuk menyuruh mereka segera sholat...
oh....tentu saja mereka tidak serta merta mau beranjak dari dunia...hemm....butuh 3x pemanggilan dan pegangan baru mereka dengan langkah gontai meninggalkan impian mereka...."lanjutkan nanti setelah sholat ya! kataku, untuk menetralisir kontra dalam hatiku. "bu..nanti kan sudah pulang", keluh mereka. aku hanya tersenyum miris...mereka anak perkotaan, sebagian besar dari tempat yang jauh. maghrib baru mereka sampai rumah, hanya sejenak bercanda dengan ayah/ibu, tak tahan untuk menutup mata mereka dalam  keindahan alam mimpi mereka. Ada apa dengan full day schoolku...??

Rabu, 30 Mei 2012

The power of belief

These couple days, I find many experiences in my life
being human, daughter, wife, mother, woman, friends...
I tread the life stage...
I see the different side of mind and heart
I learn about kindness and giving the best for all
and the most important thing, I learn about patience
Stay pure of keenness
Thanks God

Jumat, 04 Mei 2012

Losing you


I see the beautiful sky at the morning day
when i know that I could breathe, walk still...
it seems do fast to know you
that you've always right been beside me.
listen to all my guilty hearts
Hoping you always in a God's affection
me..I'll do the best i can to prove it and make you peace always

Rabu, 18 April 2012

Anak Manja


Assalamualaikum wr.wb.

Bu Norma, anak saya berusia 5 tahun. Bagaimana mengatasi kemanjaan anak disaat-saat tertentu, seperti manja disaat makan dan disaat berangkat sekolah. Terima kasih.

Ibu Atik-Badas

Waalaikumsalam wr.wb.

Ibu Atik yang berbahagia, terimakasih atas pertanyaannya. Sebelumnya, mari kita bahas terlebih dahulu pengertian dari istilah manja. Manja sebenarnya merupakan gejala yang normal pada anak-anak usia antara 4—6 tahun untuk selalu memperoleh perhatian orang tua atau lingkungannya terhadap diri sendiri. Manja juga berupa perilaku yang penuh kasih sayang orang tua kepada anak. Manja menjadi berkonotasi negatif, ketika bersifat berlebihan dan menjadikan anak mengalami hambatan perkembangan kepribadian. Psikolog Seto Mulyadi menjelaskan anak manja adalah anak yang selalu mengharapkan perhatian berlebihan dari lingkungan sekelilingnya dan juga diikuti dengan keinginan untuk segera dituruti kemauannya. Sayang sekali ibu Atik tidak menjelaskan perilaku spesifik dari manja di saat makan dan berangkat sekolah. Semisal, manja waktu makan seperti masih minta diambilkan, disuapi, pakai lauk tertentu, kemudian manja waktu berangkat seperti enggan bangun pagi dan mandi pagi, memakai baju, sepatu dan kaos kaki masih dibantu dan ketika di sekolah tidak mau ditinggal atau minta dibelikan ini dan itu. Melihat usia anak Ibu yang masih 5 tahun dan hanya pada situasi tertentu, dimungkinkan hal ini masih dalam taraf normal sesuai usia perkembangan. Meskipun demikian Ibu tetap perlu membimbing dan mengarahkan anak agar lebih mandiri.

Langkah pertama telusuri penyebab perilaku manja, apakah karena anak tunggal, sulung, bungsu, sering sakit-sakitan, sering ditinggal orang tua atau anak laki-laki diantara saudara-saudarnya yang perempuan, masalah dengan teman/lingkungan. Langkah kedua, Ibu perlu pula menganalisis apakah perilaku manja anak sudah sampai taraf berlebihan dan tidak bisa dikontrol lagi dengan cara menilai apakah ciri-ciri anak manja berikut ini ada pada diri anak ibu.

Gejala Perilaku Anak Manja:

1. menangis dan berteriak bila menginginkan sesuatu

2. suka merajuk sambil terlentang/berguling-guling dilantai dan tak mau bangun

3. sering marah dan bahkan memukul bila orang tua/guru menghukumnya

4. bersikap kasar pada orang dewasa atau anak-anak disekitarnya

5. menolak berbagi mainan/perlakuan tertentu dengan anak lainnya

6. Suka pamer dan ingin selalu menjadi pusat perhatian bagi kelompoknya

7. selalu menginginkan yang dimiliki orang lain, bila telah berhasil memilikinya, selalu menginginkan sesuatu yang baru.

8. menuntut orang lain selalu membantunya, padahal ia bisa melakukannya sendiri

Kunci utama dalam mengatasi kemanjaan anak terletak pada perubahan pada diri orang tua, yakni bagaimana orang tua menyikapi perilaku anak yang mengancam supaya keinginannya terpenuhi. Bila ibu cenderung memilih untuk selalu menuruti maka perilaku manja anak akan semakin tinggi. Sama halnya bila ibu tidak menuruti dalam satu waktu, kemudian anak meningkatkan ancamannya kemudian ibu kembali menuruti keinginan anak atau kita sebut ketidak konsistenan juga membuat anak semakin manja.

Langkah ketiga, orang tua dapat melakukan usaha sebagai berikut:

1. Orang tua atau pengasuh lain harus mempunyai kemauan untuk tidak lagi memanjakan anak, konsisten dan tegas.

2. Mulai mengajarkan step by step kemandirian sesuai tahap usianya. Tidak harus semua kemandirian dikuasai dalam satu waktu, fokuskan pada satu atau dua kemandirian dan konsistenlah. Misalnya kemandirian untuk anak usia 5 tahun adalah menutup kancing baju, memakai sepatu dan kaos kaki, mengurus diri sendiri di toilet (BAK dan BAB), mencuci tangan dan muka sendiri.

3. Berbicara dan membuat kesepakatan dengan anggota keluarga lain/pengasuh anak untuk menerapkan perilaku dan konsekuensi yang serupa bila muncul ancaman anak.

4. Komunikasilah dengan anak, bahwa seharusnya untuk usia saat ini mulai mempunyai tanggung jawab. Jelaskan mengenai prioritas, bahwa tidak semua yang diinginkan harus terpenuhi.

5. Jika anak masih mengabaikan perintah orang tua dengan merengek atau menangis, berikan pengertian bahwa tindakan itu tidak benar. Tekankan aturan. Ingatkan anak secara maksimal dan tegas untuk “tenang!”, “suaranya yang pelan!” sambil memegang tangan anak. Bila tidak diam dan tenang pindah anak dari lokasi tersebut. Orang tua dapat menggunakan teknik "Piringan Hitam Rusak", yang bila di stel musiknya akan terus berulang-ulang tapi makin lama makin lambaaat dan pelaaaan. Seperti itulah intonasi kita bila menghadapi si kecil yang merengek-rengek. Suara orang tua diperlunak seiring ketenangan anak mulai muncul. Anak diminta menarik nafas pelan-pelan, sebagai bentuk relaksasi, kemudian diambilkan minum. Berikan pelukan dan dukungan untuk menenangkan anak.

6. Orang tua harus konsisten untuk tidak memanjakan anak, tidak hanya satu atau dua hari saja lalu

kembali memanjakan mereka.


7. Berikanlah pujian atau sesekali hadiah jika anak tidak lagi merengek saat meminta sesuatu, sehingga anak mengerti bahwa orang tua senang saat dia mulai berubah.

Sekian, semoga dapat bermanfaat

Tersenyumlah...


Sahabat, seringlah kita mendengar nasihat bahwa senyum adalah shodaqoh. Sudah berapa seringkah kita tersenyum pada anak?? Karena bila anak hidup di lingkungan yang bersahabat, maka ia belajar untuk merasa bahwa dunia ini indah. Bila bagi sahabat tidak terbiasa untuk memuji dan memberi semangat anak, minimal cobalah tersenyum! Anak akan membaca dan meniru kebiasaan baik kita. Keutamaan tersenyum dengan indah diuraikan Rosul dalam hadits Riwayat Muslim: 26

Dari Abu Dzar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau memandang rendah bentuk apapun dari kebaikan, walaupun engkau hanya bertemu dengan saudaramu dengan muka manis.”

Anak tidak mau masuk kelas

Assalamualaikum wr. Wb.

Bu Norma,

Saya mempunyai anak usia hampir 7 tahun. Dia masih di TK. Sebelumnya tidak ada masalah, tetapi ketika saya menjadi guru baru di TK tersebut anak saya mulai menunjukkan sikap memberontak, seperti tidak mau masuk kelas, suka berada diperpustakaan sendirian. Tidak mau mengerjakan tugas dan bergabung dengan teman-temannya. Meskipun saya tidak mengajar di kelasnya. Apa yang harus saya lakukan bu?

Tita-Plosoklaten

Waalaikumsalam wr.wb.

Ibu TIta, terimakasih atas pertanyaannya. Gejala anak tidak mau masuk kelas memiliki banyak penyebab. Hal yang perlu ibu lakukan pertama, mempelajari apa yang menyebabkan anak tidak mau masuk kelas. Apakah karena perlekatan orang tua, dalam hal ini kedatangan ibu menjadi guru disana membuat anak merasa memiliki pelindung untuk melakukan pemberontakan, dilihat dari waktu munculnya gejala? Apakah karena anak sudah bosan dengan materi di TK, mengingat usianya yang hampir 7 tahun? Apakah ada masalah dengan guru atau teman ? apakah anak memiliki sifat keras dan mental kuat/tahan banting? Ataukah sangat perasa dan rapuh?

Bila penyebabnya sudah ditemukan, pertama ibu Tita dapat mengajak anak berbicara dalam situasi yang menyenangkan, mengenai apa yang diinginkan, kemudian bekerjasama dengan guru dan teman untuk memberikan situasi belajar yang menyenangkan. Kedua, bila sikap memberontak masih muncul, orang tua dapat menerapkan reward /hadiah yang diseimbangkan dengan konsekuensinya. Ketiga, merupakan pilihan yang terakhir, tidak disarankan dilakukan bila cara satu dan dua dapat dilakukan, yakni dengan prompting/dipaksa.

Ibu Tita yang baik, disarankan untuk memilih SD/MI yang tidak satu lembaga dimana ibu mengajar bila gejala masih berlanjut. Hal ini difungsikan untuk melatih kemandirian anak. dan jangan lupa ibu untuk selalu berdoa bagi kebaikan anak. ini ada doa nabi Zakaria yang sangat indah dalam

surat Ali Imron: 38

Di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".

Terimakasih semoga bermanfaat.

Khawatir menitipkan anakKhawatir menitipkan anak


Assalamualaikum wr.wb.

Bu Norma, saya mau tanya. Saya punya anak usia 4 tahun. Karena kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing, maka dia kami pilihkan sekolah TK/RA full day. Jadi sepulang kerja kami baru bisa menjemputnya. Apa dampak psikologi yang akan diterima anak saya, bu? Karena saya khawatir, suatu saat nanti dia akan jadi anak pemberontak dan bagaimana solusinya? Karena kalau nitip ke rumah neneknya terlalu jauh. Terima kasih.

Siti-Sumber Bendo Pare

Waalaikumsalam wr.wb.

Ibu Siti yang berbahagia, terimakasih atas pertanyaannya. Pada dasarnya terdapat suatu dilema bagi orang tua terutama ibu yang bekerja di luar rumah dan harus rela memberikan peran pengasuhan anak pada orang lain/lembaga tertentu. Memang terdapat nilai positif bila ibu Siti menitipkan anak pada nenek yang tidak dimiliki oleh pembantu atau orang lain yakni sifat pengasih dan penyayangnya pada cucu, tetapi ibu Siti juga perlu memperhatikan tenaga, biaya dan kesehatan anak bila memang jarak rumah nenek terlampau jauh, sehingga dari sini lembaga pendidikan menjadi solusi kedua.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi orang tua dalam situasi ini. Pertama, orang tua perlu mencari informasi tentang lembaga pendidikan yang menawarkan jasa penitipan anak, terutama, nilai keagamaan yang diterapkan, selain itu juga profesionalitas pengasuh, lingkungan/fasilitas. Kedua, orang tua perlu mempersiapkan biaya. Implementasi nilai keagamaan terlihat dari sikap pengasuhan dan materi doa yang diajarkan dan dikenalkan pada anak. Nabi Ibrahim termasuk manusia mulia yang sangat peduli akan pentingnya mengenalkan Allah dan kegiatan ibadah pada anak. Seperti dalam

Surat Ibrahim: 35

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

Surat Ibrahim 40

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

Insya Allah bila hal tersebut sudah ada, maka dampak positif dari menitipkan anak pada lembaga pendidikan adalah anak menjadi lebih mandiri, tumbuh ceria, mudah bersosialisasi atau tidak pemalu dan mengenal doa-doa sehari-hari.

Mengenai kekhawatiran ibu Siti bahwa sifat memberontak akan mendominasi anak bila dititipkan di lembaga pendidikan, maka saya ingin menanyakan terlebih dahulu pada ibu, apakah gejala memberontak sudah mulai muncul saat ini? Apakah segala keinginan anak ibu turuti bila mulai menangis, teriak dsb? Apakah anak sudah bisa melaksanakan kemandirian untuk usia 4 tahun, seperti menutup kancing baju, memakai baju/jaket sendiri, memakai sepatu dan kaos kaki sendiri dan mengurus sendiri ketika BAB dan BAK? Hal sederhana seperti inilah yang sangat mendukung kepercayaan diri anak dan merangsang tanggung jawab anak dan patuh secara positif terhadap aturan orang tua.

Usia 2-3 tahun merupakan masa perkembangan egosentris pada anak, dan mulai menurun pada usia 4 tahun seiring luasnya pergaulan yang merangsang kemampuan social untuk memahami aturan/tanggungjawab dan menghargai keinginan orang lain. Anak terlihat memberontak saat ini karena berada dalam masa transisi dari lingkungan keluarga menuju lingkungan pendidikan. Orang tua perlu mendukungnya dengan komunikasi yang intens tentang hal baik yang akan ia dapatkan di sekolah dan perispan apa yang perlu dipunyai anak, tidak berkurangnya kasih sayang orang tua, penerapan aturan dan mengajarkan kemandirian sesuai usianya.

Sekian, semoga dapat bermanfaat.